SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAHKU DULU
Banyak sistem pembelajaran yang
digunakan dalam pembelajaran dulu di sekolah-sekolahk mulai dari Sekolah Dasar
sampai Sekolah Menengah, contohnya di sekolahku dulu. Di Sekolah dasar pada
jamanku misalnya, kebanyakan sumber pelajaran adalah dari gurunya sendiri dan
tentang inisiatif belajar sendiri tergantung pada anaknya masing-masing. Setiap
kelas mempunyai guru wali sendiri-sendiri, misalnya pada kelas 1 mempunya wali
A sehingga setiap hari diajar oleh si A, kelas 2 sampai 6 juga mempunyai walinya
sendiri-sendiri, sehingga semua pelajaran diampu oleh guru wali masing-masing
tersebut kecuali pembelajaran agama yang diajar oleh guru lain. Kelebihannya saat
pembelajaran ini adalah terjalinnya keakraban pada masing-masing guru wali
tersebut namun kekurangannya adalah kurangnya pemahaman terhadap mata pelajaran
karena semua pelajaran diampu oleh satu guru wali, kemudian juga bagaimana jika
pengajaran tersebut setelah naik kelas diampu oleh guru yang berbeda yang sama
sekali berbeda dengan pengajaran sebelumnya.
Lain halnya dengan sekolah
menengah. Mungkin beberapa ada yang kaget dengan sistem pembelajaran baru di
sekolah menengah baik pertama maupun selanjutnya karena setiap mata pelajaran diampu
oleh masing-masing guru, kelemahannya apakah guru yang mengampu itu adalah yang
ahli dibidangnya karena disekolahku yang merupakan Madrasah setiap mata pelajaran
diampu oleh beberapa guru yang bukan ahli dibidangnya, misalnya pelajaran
matematika diampu oleh sarjana hukum, ataupun pelajaran biologi yang diampu
oleh sarjana matematika. Sama halnya dengan Menengah Pertama, pada jenjang
selanjutnya juga sama yaitu apakah benar diampu oleh guru yang ahli dalam
bidang tersebut, okelah kalau pada jenjang kejuruan memang harus dari guru yang
ahli dalam bidang itu, kemudian pada guru menengah tersebut mengambil mata
pelajaran A pada jenjang IPA, kemudian mengambil pelajaran B pada jenjang IPS
dan mengambil pelajaran C pada jenjang Bahasa, apakah itu tidak menimbulkan
masalah. Apalagi ada perbedaan juga antara Sekolah umum dengan Madrasah,
pengajarannyapun akan berbeda, sekolah umum pastilah dengan pengajaran umum,
namun madrasah yang secara tanda kutip dalam garis pengajaran agama pastilah sepertiga
waktu seminggunya diambil oleh pengajaran agama, sedangkan untuk Sekolah umum
kemungkinan hanya dua jam yang diambil oleh mata pelajaran agama dalam
seminggunya. Kelebihannya dengan sistem itu adalah pemahaman yang lebih dari
pada sistem sekolah dasar yang tadi disebutkan, asalkan pelajaran tersebut
diampu oleh guru-guru yang memang bidangnya dia mengajar.
Kendalanya dari Sekolah dasar
sampai sekolah menengah yang saya alami adalah saat tiga bulan dari enam bulan
pelajaran diambil oleh guru praktek atau guru magang yang bertujuan untuk
belajar, meskipun kelebihannya adalah bisa sama-sama belajar tapi tetap saja
mengganggu kegiatan belajar-mengajar.
Mengenai solusi terhadap
kekurangan tersebut pemerintah sudah memberikan solusinya, minimal mengajar
adalah lulusan S2 untuk tenaga pendidik negeri, namun janganlah guru PNS hanya
ditempatkan pada Sekolah-sekolah negeri saja. Ada juga program SM3T, artinya
ada wadah penyampaian baru dibanding dengan mengajar disekolah yang sedang
serius belajar, memberikan kesempatan membuat metode pembelajaran baru ditempat
yang membutuhkan, serta setiap pengajar haruslah memiliki sertifikat mengajar
tersendiri. Kemudian momok ketakutan pada guru harus dirubah menjadi
pembelajaran yang menyenangkan, bukan bertujuan untuk mendapatkan nilai
setinggi-tingginya sehingga menimbulkan kecemasan tetapi haruslah memupuk bahwa
apa si pentingnya menuntut ilmu? Buat apa si kita belajar? Sehingga timbulah
kita menuntut ilmu sebanyak-banyaknya sehinga menimbulkan kesan kepuasan kepada
kita, dan jangan orientasikan pada mencari kerja tapi mencari ilmu dan
pengalaman. Idealnya setiap siswa memiliki kemampuannya masing-masing,
disetarakan dengan kemampuannya, minat dan ketrampilannya, dalam
pembelajarannya juga tidak terlalu dipaksakan baik oleh gurunya maupun oleh
orang tuanya, dengan sistem pembelajaran yang mudah dipelajari dan interaktif,
boleh saja dengan menyesuaikan dengan teknologi seperti projector namun tetap
harus melihat pembelajaran tersebut efektif atau tidak, pembelajaran yang
sesuai dengan perhatian siswa bukan hanya diam menonton layar putih yang silih
berganti. Serta antara pengajar dan yang diajar terjadi saling mendukung dan
interaktif yang membuat ketegangan menjadi minimal, dan semua praktek hendaknya
dilakukan secara menyenangkan agar siswa juga mengerti sekaligus paham, bukan
diorientasikan pada nilai nominal yang akan didapatkan namun diorientasikan
pada seberapa dia paham dan bagaimana supaya paham dan mengerti sehingga apapun
nilai yang didapatkan akan menjadi kepuasan tersendiri.