Background
"Buka jendelamu"
"Bukalah hatimu"
"Lihatlah disekitarmu..."
Itulah sepenggal syair lagu dari film Rumah Tanpa Jendela yang dirilis 24 Februari 2011, disutradarai oleh Aditya Gumay, dibintangi oleh Emir Mahira dan Dwi Tasya. Film itu menggambarkan tentang seorang gadis miskin yang bermimpi punya jendela dirumahnya, mempunyai nenek yang yang sakit-sakitan, dan bekerja mengamen dan ojek payung waktu hujan.

Film itulah gambaran penduduk Indonesia yang beraneka ragam, dan gambaran penduduk miskin dan penduduk kaya Indonesia, bukan hanya itu, disitu juga menggambarkan tentang bagaimana padatnya penduduk indonesia yang bahkan rumah-rumahnya saling berdempetan, kecil, kumuh dan tanpa jendela hanya kardus dan triplek saja. Tergambarkan yang duduk ditempat itu adalah buangan warga kota yang menjadi miskin atau yang gagal dalam berurbanisasi dari daerah yang jauh. Begitu benyaknya kegiatan disatu tempat yang akhirnya menjadikannya kumuh sehingga untuk memperoleh kesehatanpun menjadi susah. Kenyataanya setelah banyak pemerinyah yang menonton film sejenis itu mereka hanya mengaku menangis namun enggan untuk membenahinya, ada memang yang main gusur namun tidak memberi ganti. Jika memang alasannya untuk hal yang jelas untuk masalah negara mestinya ada ganti yang layak, namun jika digusur, dipindahkan untuk kepentingan yang tidak jelas malah akan menjadikan kerusakan yang semakin parah, digusur untuk membangun moll, tempat perbelanjaan untuk siapa? kemudian jika sudah diusir namun saat proyek tidak pernah dilaksanakan atau berhenti ditengah jalan meninggalkan sisa yang malah akan menjadikan lahan rusak bagaimana? siapakah yang akan dilaksanakan?

Salah satu yang menjadikan itu adalah urbanisasi yang gagal, yang meninggalkan apa-apa demi sesuatu yang belum jelas akhirnya, kemudian menjadikan kepadatan penduduk yang terpusat kepada suatu daerah sehingga mengakibatkan taraf ekonomi yang tidak merata dan polusi manusia.
Setelah menjadi padat maka hal selanjutnya adalah sulitnya pendidikan yang dirasakan. Modal biaya sekolah tidak ada, jauhnya sekolah dari tempat itu atau gunjingan dari sekolah-sekolah sehingga sekolah-sekolahpun seadanya, fasilitas seadanya, seragam seadanya dan tempat yang seadanya sehingga banyak memanfaatkan tempat-tempat yang berbahaya untuk kegiatan belajar-mengajar seperti dibawah jembatan kereta atau dibawah jalan. Sebenarnya salah siapa?
Salah pemerintah yang tidak mau membantu, salah mereka yang menjadi peran utama atau salah kita yang tidak sensitif terhadap masalah kependudukan seperti itu.

Semoga saja kita akan segera mendapatkan jendela yang kita inginkan, untuk segera mendapatkan solusinya dan segera menuai jendela hasilnya.
Penduduk itu bukan hanya siapa saja yang lahir di Indonesia ataupun karena perpindahan dari negara lain. penduduk itu kita semua yang menghuni tempat raya ini baik di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Maluku dan pulau-pulau di Indonesia yang jumlahnya seribu.

Penduduk kita itu bukan hanya sekedar banyak namun yang pasti dari sekedar banyak itu ada suatu harapan yang bisa dikembangkan. Dilihat dari banyaknya penduduk Indonesia banyak yang memandang miskin, namun malahan sekarang semakin bayak warga yang kaya namun mengaku miskin, itulah mengapa Indonesia adalah Negara dengan jumlah kemiskinan yang tinggi, kenapa? karena yang kaya mengaku miskin dia akan menjadi lebih kaya dan orang yang miskin namun tidak mempunyai kesempatan membuat surat miskin dia malah akan semakin miskin. Dilihat dari pendidikannya tentu saja yang mempunyai banyak uang bisa sekolah dengan fasilitas lengkap dan yang biasa saja mendapat fasilitas yang biasa saja padahal mempunyai daya hasil yang sama namun hanya dipisahkan oleh nominal angka yang tidak setara. Lihat saja perbedaan fasilitas Sekolah yang seharusnya menjadi dasar malah roboh gedung-gedungnya, retak atapnya, sehingga untuk mendapatkan keseimbangan ilmu menjadi susah, namun di Sekolah Tinggi yang belajar terkadang hanya tiga kali seminggu malah saling meninggikan bangunannya, berlomba-lomba mencari bantuan kepada pemerintahan kita, yang akirnya yang sekolah hanya si kaya saja.

Penduduk Indonesia itu mempunyai banyak impian, untuk dirinya sendiri dan untuk anaknya. Si kecil ingin menjadi pilot, kakaknya ingin menjadi guru, tetangganya ingin menjadi tentara, keponakannya ingin menjadi dokter dan ibu dan ayahnya mempunyai impian yang besar untuk menyekolahkan anaknya hingga sukses nantinya.Namun apalah daya semua sistem berubah, penduduk hanya diibaratkan penduduk dan pemerintah diibaratkan pemerintah, membludaknya jumlah penduduk menjadi tidak terkontrol, sistem KB diselewengkan maknanya, benyak ide yang akhirnya salah sasaran.

Aku sebagai seorang penduduk punya mimpi. Jumlah penduduk yang merata haruslah bisa terjadi, adik-adikku yang kecil bisa sekolah, kakak-kakakku yang besar bisa sukses, ayah ibuku bisa bahagia, tetanggaku bisa tidur tenang, pencopet dan perampok bisa makan tanpa harus mencuri, para atasan juga bisa ramah dan berwibawa dan semua orang bisa tersenyum sehingga Negara kita menjadi Indonesianya dunia yang dibanggakan lagi sampai akhir nanti.
                Banyak sistem pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran dulu di sekolah-sekolahk mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah, contohnya di sekolahku dulu. Di Sekolah dasar pada jamanku misalnya, kebanyakan sumber pelajaran adalah dari gurunya sendiri dan tentang inisiatif belajar sendiri tergantung pada anaknya masing-masing. Setiap kelas mempunyai guru wali sendiri-sendiri, misalnya pada kelas 1 mempunya wali A sehingga setiap hari diajar oleh si A, kelas 2 sampai 6 juga mempunyai walinya sendiri-sendiri, sehingga semua pelajaran diampu oleh guru wali masing-masing tersebut kecuali pembelajaran agama yang diajar oleh guru lain. Kelebihannya saat pembelajaran ini adalah terjalinnya keakraban pada masing-masing guru wali tersebut namun kekurangannya adalah kurangnya pemahaman terhadap mata pelajaran karena semua pelajaran diampu oleh satu guru wali, kemudian juga bagaimana jika pengajaran tersebut setelah naik kelas diampu oleh guru yang berbeda yang sama sekali berbeda dengan pengajaran sebelumnya.

                Lain halnya dengan sekolah menengah. Mungkin beberapa ada yang kaget dengan sistem pembelajaran baru di sekolah menengah baik pertama maupun selanjutnya karena setiap mata pelajaran diampu oleh masing-masing guru, kelemahannya apakah guru yang mengampu itu adalah yang ahli dibidangnya karena disekolahku yang merupakan Madrasah setiap mata pelajaran diampu oleh beberapa guru yang bukan ahli dibidangnya, misalnya pelajaran matematika diampu oleh sarjana hukum, ataupun pelajaran biologi yang diampu oleh sarjana matematika. Sama halnya dengan Menengah Pertama, pada jenjang selanjutnya juga sama yaitu apakah benar diampu oleh guru yang ahli dalam bidang tersebut, okelah kalau pada jenjang kejuruan memang harus dari guru yang ahli dalam bidang itu, kemudian pada guru menengah tersebut mengambil mata pelajaran A pada jenjang IPA, kemudian mengambil pelajaran B pada jenjang IPS dan mengambil pelajaran C pada jenjang Bahasa, apakah itu tidak menimbulkan masalah. Apalagi ada perbedaan juga antara Sekolah umum dengan Madrasah, pengajarannyapun akan berbeda, sekolah umum pastilah dengan pengajaran umum, namun madrasah yang secara tanda kutip dalam garis pengajaran agama pastilah sepertiga waktu seminggunya diambil oleh pengajaran agama, sedangkan untuk Sekolah umum kemungkinan hanya dua jam yang diambil oleh mata pelajaran agama dalam seminggunya. Kelebihannya dengan sistem itu adalah pemahaman yang lebih dari pada sistem sekolah dasar yang tadi disebutkan, asalkan pelajaran tersebut diampu oleh guru-guru yang memang bidangnya dia mengajar.

                Kendalanya dari Sekolah dasar sampai sekolah menengah yang saya alami adalah saat tiga bulan dari enam bulan pelajaran diambil oleh guru praktek atau guru magang yang bertujuan untuk belajar, meskipun kelebihannya adalah bisa sama-sama belajar tapi tetap saja mengganggu kegiatan belajar-mengajar.


                Mengenai solusi terhadap kekurangan tersebut pemerintah sudah memberikan solusinya, minimal mengajar adalah lulusan S2 untuk tenaga pendidik negeri, namun janganlah guru PNS hanya ditempatkan pada Sekolah-sekolah negeri saja. Ada juga program SM3T, artinya ada wadah penyampaian baru dibanding dengan mengajar disekolah yang sedang serius belajar, memberikan kesempatan membuat metode pembelajaran baru ditempat yang membutuhkan, serta setiap pengajar haruslah memiliki sertifikat mengajar tersendiri. Kemudian momok ketakutan pada guru harus dirubah menjadi pembelajaran yang menyenangkan, bukan bertujuan untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya sehingga menimbulkan kecemasan tetapi haruslah memupuk bahwa apa si pentingnya menuntut ilmu? Buat apa si kita belajar? Sehingga timbulah kita menuntut ilmu sebanyak-banyaknya sehinga menimbulkan kesan kepuasan kepada kita, dan jangan orientasikan pada mencari kerja tapi mencari ilmu dan pengalaman. Idealnya setiap siswa memiliki kemampuannya masing-masing, disetarakan dengan kemampuannya, minat dan ketrampilannya, dalam pembelajarannya juga tidak terlalu dipaksakan baik oleh gurunya maupun oleh orang tuanya, dengan sistem pembelajaran yang mudah dipelajari dan interaktif, boleh saja dengan menyesuaikan dengan teknologi seperti projector namun tetap harus melihat pembelajaran tersebut efektif atau tidak, pembelajaran yang sesuai dengan perhatian siswa bukan hanya diam menonton layar putih yang silih berganti. Serta antara pengajar dan yang diajar terjadi saling mendukung dan interaktif yang membuat ketegangan menjadi minimal, dan semua praktek hendaknya dilakukan secara menyenangkan agar siswa juga mengerti sekaligus paham, bukan diorientasikan pada nilai nominal yang akan didapatkan namun diorientasikan pada seberapa dia paham dan bagaimana supaya paham dan mengerti sehingga apapun nilai yang didapatkan akan menjadi kepuasan tersendiri.

                Saya merupakan salah satu mahasiswa yang menjalani kuliah yang nantinya akan siap terjun didunia kerja, pada mulanya hanya mencari nilai grade terendah, setidaknya lebih tinggi sedikit dari yang terendah. Mesipun memang termasuk grade terendah namun merupakan mata pokok dengan sistem pengajaran dan pelajaran yang relatif extrim atau setara dengan grade tertinggi, ditambah dengan kurikulum baru yang menguras tenaga dengan metode kuliah yang baru dengan adanya pengajaran portofolio yang menguras fisik serta pikiran.

                Saat saya buka facebook, terpampang tugas menganalisa salah satu artikel tentang lulusan sarjana akan menganggur atau bekerja, meskipun pemikiranku agak kolot dengan pemikiran anak-anak saya langsung  diam tanpa tahu maksud dari artikel tersebut, setelah di tanya “langkah apa yang akan kamu lakukan setelah terjun di persaingan kerja?” dengan gamblang tentu saja aku menjawab tidak tahu. Begitulah aku yang gamblang-gamblang saja, semakin banyak kuliah malah semakin complong basa Gowoknya ( tempat tinggalku).

                Saya sadar ternyata suatu ketrampilan sangat dibutuhkan bagi si pencari kerja, dalam beberapa situs memanglah yang berpeluang besar dalam gaji maupun prospeknya adalah yang ada ketrampilannya. Tapi tuggu dulu sebentar, bagi yang ingin kuliah sebelum terlambat coba pikirkan matang-matang, apakah mau mencari nilai jual tinggi untuk mencari kerja atau ingin mencari ilmu. Setelah kubuka situs-situs tentang jurusan berprospek kerja 13 diantara kebanyakan adalah tentang keterampilan tentu saja dengan pengorbanan saat kuliah.

                Kalau ditanya langkah langkah apa saja untuk berkompetisi kerja esok hari pastilah aku menjawab tidak tahu. Seperti diatas, pikiranku ini masih anak-anak, jadi jika ditanya seperti itu hanya bisa diam dan kalaupun ngomong pastilah harus ada yang memulai. Secara pikiran sekarang jika mencoba menjawab sebagai mahasiswa adalah tekun belajar, cari koneksi yang sebanyak-banyaknya, berorganisasi, ikut seminar tentang kepekerjaan, ikut dalam pengembangan ketrampilan, secara gamblangnya seperti itu dalam benak saya.

                Emangnya nyari kerja gampang? Iya gampang kalau ada ketrampilan yang sesuai, lebih gampang lagi kalau pekerjaan yang mencari kita bukan kita yang mencari pekerjaan. Menyuplik kata-kata pak dosen PLH “Emangnya kerja itu mau nyari duit apa kepuasan?”, kalau kerja mencari duit ya kalau ndak dapat-dapat pastilah stress, kalau udah dapat lalu bangkrut mungkin saja akan struk. Kalau ditanya “mampu ndak kamu bersaing di dunia kerja?”, kalau saya bilang mampu, bagai mana?, kemudian kalau di tanya “langkah-langkahnya gimana?”, ehmm gimana ya aku juga bingung, kalau kata yang sudah berpengalaman si katanya yang penting jangan cari duitnya, lalu cari apanya dong?
                Kalau aku dulu si kuliah karena Cuma pingin kuliah, tidak mikir sampai dapat ijasah, walaupun dulu yang tak pikirin bagaimana rasanya saat wisuda, sudah kesampaian rasanya mengikuti wisuda Universitas tapi ingin tahu rasanya kalau aku yang diwisuda. Tentang langkah-langkah yang diambil sejak sekarang tentu saja belajar dulu, yang pasti kalau niatku kuliah ya untuk kuliah bukan niat untuk mencari kerja, kalau jujurnya, niat mencari ilmu, membaca buku-buku tebal dan browsing-browsing, mencari teman yang banyak. Tapi tetap saja kalau lulus menjadi sarjana harus kerja kan? Kalau jawabku aku juga masih bingung, tentu saja dengan menambah bekal dari ikut dalam stand kewirausahaan universitas, berorganisasi dan menambah kecakapan agar tidah gugup di kemudian hari itulah modal utama dulu, serta lebih pentingnya percaya diri dan jujur apa adanya.

                Jelasnya kalau niatku kuliah sekarang ya menuntut ilmu belum sampai mencari kerja, niat mencari ilmu akan lebih menambah keingin tahuan sedangkan kalau menurutku niat kuliah untuk mencari kerja merupakan keterpaksaan, dijejali dengan ilmu yang sebenarnya tidak mau diambil sekarang karena belum cukup ilmu, dan menjadi budak keinginan selayaknya sang bos sebelum ilmu itu sampai pada saya untuk menghadapi semua itu, itu yang paling aku tidak sukai, sekarang tentunya aku ingin menjadi mahasiswa yang benar-benar mahasiswa.

                Meskipun ini hanya opini saja dan berisi betapa mudahnya aku berkata, dan mungkin kalau ada yang berpendapat kalau pendapatmu seperti itu kenapa kuliah di sisni, aku bisa terima.
Dari semua kesimpulan, yang penting Jujur.